Eat & Eat “Creating Food Adventure ” – Gandaria City
Saya
ingat punya teman yang anti sekali jika diajak makan di Food court,
alasannya tidak nyaman, seperti makan di kantin sekolah katanya. Tapi
mungkin dia akan berpikir lain jika dia mencoba makan di Eat & Eat
Food Market, food court yang mengubah konsep ketidak nyamanan makan di
foodcourt, di Eat & Eat food court kita akan menemukan atmosfir yang
berbeda.
Dengan mengusung tema “Membuat Makanan Adventure”, PT Marche Indonesia sebagai pengelola dari Eat & Eat food court membuat konsep food court yang unik, dengan menghadirkan suasana pasar traditional dengan tema-tema tertentu lengkap dengan pernak – pernik pendukung.
Sekarang mari kita melihat menu-menu yang ditawarkan oleh Eat & Eat food court, disini kita dapat menemukan makanan Traditional Indonesia – Cina Peranakan, seperti Nasi Lemak, Bubur Benteng Tangerang, nasi tim ayam glodok dan Pindang Iga sapi Tangerang. Masuk ke dalam kita akan berjumpa dengan counter-counter yang menjajakan makanan khas Jawa, Ada soto Ambengan, Nasi Langi, Babat Gongso, Gudeg Dalang Malioboro, nasi goreng Babat, pecel Solo Samping Hyat Yogya, Bistik Jawa Nyonya tientje, nasi kebuli pasar Kliwon, Jajanan pasar kembang Surabaya. Untuk Citra rasa Sumatra kita bisa bertemu dengan Bakso Aheng Medan, Mpek-mpek Palembang Merdeka, Kwetiaw Apui Bagan siapi-api.
Hingga saat ini PT Marche Indonesia memiliki dua outlet, yang pertama hadir di mall Kelapa Gading 5 dan yang terbaru ada di Gandaria City. Ke Gandaria City, Saya dan Ichil berkunjung di suatu siang. Ini pertama kalinya kami ke berkunjung ke Mall ini, Pengaturan lahan parkir yang berantakan membuat kami tertahan beberapa lama untuk mendapatkan lokasi parkir yang kosong. Dengan membawa perut yang lapar, kami langsung menuju eat&eat. Saya dan Ichil berpencar mencari menu yang kami suka, agak sulit buat saya memilih, karena pengaruh perut yang lapar rasanya semua makanan terlihat enak dan semuanya mau saya coba.
Akhirnya, pilihan saya jatuh kepada kwitiaw goreng sapi Apiu Bagan Siapi-api. Saya sudah membayangkan enaknya makan kwetiaw goreng yang merupakan makanan favorite saya. Proses antri yang tidak teratur sehingga terkesan berebutan membuat saya sedikit menyesal ikut mengantri di counter ini, tapi saya mencoba menghibur diri “pasti enak” karena yang beli banyak. Akhirnya setelah sedikit “berjuang” saya mendapatkan sepiring kwitiaw goreng sapi pesanan saya dan saya langsung menu ju sebuah meja yang sudah ditunggu Ichil dengan sepiring nasi goreng babat.
Penampilan kwitiaw goreng saya sangat menggiurkan, warna merah cabe giling segar mendominasi, orak-arik telur begitu melimpah dengan irisan daging sapi yang bersembunyi malu-malu, sebagai pelengkap, taburan irisan daun kucai membuat sempurna penampakan kwetiaw goreng ini. Suapan pertama membuat saya terkejut, harapan saya adalah dengan warna merah si cabai akan menghadirkan rasa pedas, ternyata merah cabai hadir hanya sebagai aksesoris, terasa hambar, membuat saya berinisiatif untuk menambahkan kecap asin yang memang disediakan, masih kurang puas saya menyiram kwiteaw goreng saya dengan minyak cabai dan irisan rawit, rasa yang ditimbulkan tidak merubah rasa awal yang menurut saya sudah minim bumbu, bahkan jejak bawang putih pun tidak saya temukan. Akhirnya saya menyerah untuk berkesperimen dan memakan kwitaw goreng nya dengan tidak semangat, rasanya kurang pas dengan lidah saya sehingga saya tidak sanggup menghabiskan nya walau perut saya masih lapar, suatu hal diluar kebiasaan saya.
Untuk nasi goreng babat punya Ichil, Penampakannya hadir seperti layaknya nasi goreng kampung, sederhana dan bersahaja bersanding dengan kerupuk udang ukuran besar dan sejumput acar menghiasi piringnya. Jika dihadapkan dengan nasi goreng babat, kenangan saya selalu berlari ke sebuah warung tenda kecil di pasar Johar Semarang, nasi Goreng Babat pak Karmin yang kelezatan nya sudah melegenda. Saya yakin Ichil juga membayangkan hal yang sama ketika memesan menu nasi goreng Babat di Eat& Eat ini. Tapi ketika saya Tanya komentarnya tentang rasa, Komen yang saya dengar “ rasa bumbu nya sangat sopan” jauh sekali jika dibandingkan dengan nasi goreng pak Karmin, bahkan rasa manis kecap yang biasanya menjadi ciri khas nasi goreng babat pada nasi goreng babat ini rasa manis benar-benar “sopan”, apalagi bumbu pendukung lainnya sepertinya mereka benar-benar meminimalkan, sehingga untuk lidah kami yang terbiasa dengan masakan dengan kaya bumbu (karena memang harapan kami ketika makan masakan Indonesia) sangat tersiksa, di ujung mata saya masih melihat mimik wajah ichil berjuang menghabiskannya, dan dia berhasil.
Untuk menghibur diri atas ketidak puasan atas makan siang, kami berinisiatif untuk memesan desert, didalam Eat & Eat ini ada sebuah stall desert dengan plang nama Bartender tampak sebuah mesin merah yang sangat menarik perhatian, setelah mendekati kami melihat menu-menu desertnya, Nampak banyak pilihan desert yang menggoda kami, namun karena pengalaman akan menu makan siang kami yang kurang sukses, untuk desert kali ini kami berusaha play safe saja, dan pilihan jatuh kepada es durian singapur sebagai pelipur lara. Kami berdua sangat suka durian, sehingga ketika desert kami datang kemeja sebuah gundukan es yang disiram oleh buah durian yang sudah di urai, Nampak warna kuning daging durian dan wanginya yang harum membuat kami tak kuasa untuk segera menghabiskan.
Pada suapan pertama, saya sedikit heran ada yang salah dengan es durian ini, begitu juga dengan ichil dia sedikit memicingkan matanya, sambil berkata “wah rasa durian dan es nya kok gak nyatu ya, seperti ada after taste rasa airnya?” peryataan menarik dari Ichil dan saya coba untuk masuk pada suapan 2 dan ke 3, wah benar ternyata ini rasa salah yang saya rasakan, hum… tidak bisa disamakan dengan es durian yang pernah saya makan di kota Padang, cemplang mungkin begitu tepatnya. Ichil ber inisiatif untuk meminta susu kental manis coklat, agar rasa air yang tercipta bisa mingle dengan sari durian dengan bantuan manisnya coklat dari susu kental manis, saya pikir upaya yang baik dan benar saja, ketika dituangkan, sari durian, es serut dan susu kental manis coklat itu bisa melebur menjadi satu dan membuat kami berdua bisa menghabiskan desert kami.
Begitulah pengalaman siang kami mencoba food court dengan konsep modern yang disajikan oleh Eat and Eat, untuk makanan, kami masih berpikiran positif dalam artian mungkin 2 vendor tersebut ingin menyajikan makanan Indonesia yang bersahabat dengan lidah orang asing yang ingin belajar masakan Indonesia serta masih banyaknya vendor makanan lain yang belum kami mencoba membuat kami tidak kapok untuk berkunjung kembali. Hanya saja ada sedikit hal yang mengusik kami, yaitu konsep pembayarannya, dimana prosesnya adalah kami harus melakukan top up kartu dengan sejumah rupiah, dan uang yang tersisa akan dikembalikan. Tapi pihak Eat&Eat membuat peraturan untuk setiap kartu harus terisisa Rp. 5000 dan akan hangus dalam 30 hari jika tidak digunakan. Tujuan nya mungkin ingin menarik kembali pembeli untuk datang, bukan bermaksud perhitungan nilai Rp. 5000 tersebut, namun akan lebih nyaman apabila konsepnya adalah what you eat what you pay, konsep food court modern di bilangan pejaten maupun di Senayan, dimana proses transaksinya dilakukan ketika pengunjung akan keluar dari lokasi Foodcourt tersebut, sehingga apa yang anda makan itu yang anda bayar tanpa ada peraturan deposit.
Eat and Eat, “Creating Food Adventure”
Gandaria City Lantai 2
Jl. KH. M. Syafii Hadzami No. 8 , Kebayoran Lama – Jakarta Selatan
Telepon : 021 29053138
Tipe : Food Court
Price Range : Rp. 11.000 s/d Rp. 38.000
Dengan mengusung tema “Membuat Makanan Adventure”, PT Marche Indonesia sebagai pengelola dari Eat & Eat food court membuat konsep food court yang unik, dengan menghadirkan suasana pasar traditional dengan tema-tema tertentu lengkap dengan pernak – pernik pendukung.
Sekarang mari kita melihat menu-menu yang ditawarkan oleh Eat & Eat food court, disini kita dapat menemukan makanan Traditional Indonesia – Cina Peranakan, seperti Nasi Lemak, Bubur Benteng Tangerang, nasi tim ayam glodok dan Pindang Iga sapi Tangerang. Masuk ke dalam kita akan berjumpa dengan counter-counter yang menjajakan makanan khas Jawa, Ada soto Ambengan, Nasi Langi, Babat Gongso, Gudeg Dalang Malioboro, nasi goreng Babat, pecel Solo Samping Hyat Yogya, Bistik Jawa Nyonya tientje, nasi kebuli pasar Kliwon, Jajanan pasar kembang Surabaya. Untuk Citra rasa Sumatra kita bisa bertemu dengan Bakso Aheng Medan, Mpek-mpek Palembang Merdeka, Kwetiaw Apui Bagan siapi-api.
Hingga saat ini PT Marche Indonesia memiliki dua outlet, yang pertama hadir di mall Kelapa Gading 5 dan yang terbaru ada di Gandaria City. Ke Gandaria City, Saya dan Ichil berkunjung di suatu siang. Ini pertama kalinya kami ke berkunjung ke Mall ini, Pengaturan lahan parkir yang berantakan membuat kami tertahan beberapa lama untuk mendapatkan lokasi parkir yang kosong. Dengan membawa perut yang lapar, kami langsung menuju eat&eat. Saya dan Ichil berpencar mencari menu yang kami suka, agak sulit buat saya memilih, karena pengaruh perut yang lapar rasanya semua makanan terlihat enak dan semuanya mau saya coba.
Akhirnya, pilihan saya jatuh kepada kwitiaw goreng sapi Apiu Bagan Siapi-api. Saya sudah membayangkan enaknya makan kwetiaw goreng yang merupakan makanan favorite saya. Proses antri yang tidak teratur sehingga terkesan berebutan membuat saya sedikit menyesal ikut mengantri di counter ini, tapi saya mencoba menghibur diri “pasti enak” karena yang beli banyak. Akhirnya setelah sedikit “berjuang” saya mendapatkan sepiring kwitiaw goreng sapi pesanan saya dan saya langsung menu ju sebuah meja yang sudah ditunggu Ichil dengan sepiring nasi goreng babat.
Penampilan kwitiaw goreng saya sangat menggiurkan, warna merah cabe giling segar mendominasi, orak-arik telur begitu melimpah dengan irisan daging sapi yang bersembunyi malu-malu, sebagai pelengkap, taburan irisan daun kucai membuat sempurna penampakan kwetiaw goreng ini. Suapan pertama membuat saya terkejut, harapan saya adalah dengan warna merah si cabai akan menghadirkan rasa pedas, ternyata merah cabai hadir hanya sebagai aksesoris, terasa hambar, membuat saya berinisiatif untuk menambahkan kecap asin yang memang disediakan, masih kurang puas saya menyiram kwiteaw goreng saya dengan minyak cabai dan irisan rawit, rasa yang ditimbulkan tidak merubah rasa awal yang menurut saya sudah minim bumbu, bahkan jejak bawang putih pun tidak saya temukan. Akhirnya saya menyerah untuk berkesperimen dan memakan kwitaw goreng nya dengan tidak semangat, rasanya kurang pas dengan lidah saya sehingga saya tidak sanggup menghabiskan nya walau perut saya masih lapar, suatu hal diluar kebiasaan saya.
Untuk nasi goreng babat punya Ichil, Penampakannya hadir seperti layaknya nasi goreng kampung, sederhana dan bersahaja bersanding dengan kerupuk udang ukuran besar dan sejumput acar menghiasi piringnya. Jika dihadapkan dengan nasi goreng babat, kenangan saya selalu berlari ke sebuah warung tenda kecil di pasar Johar Semarang, nasi Goreng Babat pak Karmin yang kelezatan nya sudah melegenda. Saya yakin Ichil juga membayangkan hal yang sama ketika memesan menu nasi goreng Babat di Eat& Eat ini. Tapi ketika saya Tanya komentarnya tentang rasa, Komen yang saya dengar “ rasa bumbu nya sangat sopan” jauh sekali jika dibandingkan dengan nasi goreng pak Karmin, bahkan rasa manis kecap yang biasanya menjadi ciri khas nasi goreng babat pada nasi goreng babat ini rasa manis benar-benar “sopan”, apalagi bumbu pendukung lainnya sepertinya mereka benar-benar meminimalkan, sehingga untuk lidah kami yang terbiasa dengan masakan dengan kaya bumbu (karena memang harapan kami ketika makan masakan Indonesia) sangat tersiksa, di ujung mata saya masih melihat mimik wajah ichil berjuang menghabiskannya, dan dia berhasil.
Untuk menghibur diri atas ketidak puasan atas makan siang, kami berinisiatif untuk memesan desert, didalam Eat & Eat ini ada sebuah stall desert dengan plang nama Bartender tampak sebuah mesin merah yang sangat menarik perhatian, setelah mendekati kami melihat menu-menu desertnya, Nampak banyak pilihan desert yang menggoda kami, namun karena pengalaman akan menu makan siang kami yang kurang sukses, untuk desert kali ini kami berusaha play safe saja, dan pilihan jatuh kepada es durian singapur sebagai pelipur lara. Kami berdua sangat suka durian, sehingga ketika desert kami datang kemeja sebuah gundukan es yang disiram oleh buah durian yang sudah di urai, Nampak warna kuning daging durian dan wanginya yang harum membuat kami tak kuasa untuk segera menghabiskan.
Pada suapan pertama, saya sedikit heran ada yang salah dengan es durian ini, begitu juga dengan ichil dia sedikit memicingkan matanya, sambil berkata “wah rasa durian dan es nya kok gak nyatu ya, seperti ada after taste rasa airnya?” peryataan menarik dari Ichil dan saya coba untuk masuk pada suapan 2 dan ke 3, wah benar ternyata ini rasa salah yang saya rasakan, hum… tidak bisa disamakan dengan es durian yang pernah saya makan di kota Padang, cemplang mungkin begitu tepatnya. Ichil ber inisiatif untuk meminta susu kental manis coklat, agar rasa air yang tercipta bisa mingle dengan sari durian dengan bantuan manisnya coklat dari susu kental manis, saya pikir upaya yang baik dan benar saja, ketika dituangkan, sari durian, es serut dan susu kental manis coklat itu bisa melebur menjadi satu dan membuat kami berdua bisa menghabiskan desert kami.
Begitulah pengalaman siang kami mencoba food court dengan konsep modern yang disajikan oleh Eat and Eat, untuk makanan, kami masih berpikiran positif dalam artian mungkin 2 vendor tersebut ingin menyajikan makanan Indonesia yang bersahabat dengan lidah orang asing yang ingin belajar masakan Indonesia serta masih banyaknya vendor makanan lain yang belum kami mencoba membuat kami tidak kapok untuk berkunjung kembali. Hanya saja ada sedikit hal yang mengusik kami, yaitu konsep pembayarannya, dimana prosesnya adalah kami harus melakukan top up kartu dengan sejumah rupiah, dan uang yang tersisa akan dikembalikan. Tapi pihak Eat&Eat membuat peraturan untuk setiap kartu harus terisisa Rp. 5000 dan akan hangus dalam 30 hari jika tidak digunakan. Tujuan nya mungkin ingin menarik kembali pembeli untuk datang, bukan bermaksud perhitungan nilai Rp. 5000 tersebut, namun akan lebih nyaman apabila konsepnya adalah what you eat what you pay, konsep food court modern di bilangan pejaten maupun di Senayan, dimana proses transaksinya dilakukan ketika pengunjung akan keluar dari lokasi Foodcourt tersebut, sehingga apa yang anda makan itu yang anda bayar tanpa ada peraturan deposit.
Eat and Eat, “Creating Food Adventure”
Gandaria City Lantai 2
Jl. KH. M. Syafii Hadzami No. 8 , Kebayoran Lama – Jakarta Selatan
Telepon : 021 29053138
Tipe : Food Court
Price Range : Rp. 11.000 s/d Rp. 38.000
satu yang membuat saya kurang nyaman adalah di area smooking-nya suara musik terlalu kencang dengan jenis musik yg tidak mendukung untuk makan.
mereka membuat engagement dengan konsumen secara paksa dengan harapan para konsumen akan balik lagi ke eat & eat untuk memanfaatkan deposit uangnya yang lima ribu.
dan management eat & eat menyadari hal itu tidak akan dilakukan para konsumen. nah dari situ eat & eat akan meraup keuntungan cuma-cuma 5000 kali berapa juta pengunjungnya…. bisa-bisa uang itu bisa dipakai untuk biaya operasionalnya
keren juga…